Category: Komputer Lembaga Keuangan dan Perbankan


Nama              : Deby Chyntiawati

Kelas                : 3ea14

Npm                : 14209202

MEKANISNE KLIRING, MEKANISME TRANSAKSI DAN PORTOFOLIO KEUANGAN

 

            Jasa bank terbagi menjadi 7 yaitu :

  1. Kliring
  2. Transfer
  3. Inkaso
  4. L/C
  5. Bank garansi
  6. Safe depsot box
  7. Dll

 

  1. A.    MEKANISME KLIRING
 
   

 

 

nota debet masuk                                              nota debet keluar

 

 

 

 

 

 

                                                   Cek 5ojt

 

Atun                                                                                             ali

Penjelasannya :

Siti menyimpan uang di BI dan nama simpanannya yaitu rek. Koran pada Bank Indonesia (r/k pada BI),lalu karman akan menagih ke siti melalui bank BI yang menjadi perantaranya. BI mau menjadi perantaranya asalkan karman dan siti menyimpan uang di BI dengan simpanan minimal 8%. Lalu atun memberikan cek kepada ali sebesar 50jt dari bank siti.

Akhirnya setelah atun dapat mencairkan cek lewat BI, Nama suratnya yaitu nota debet keluar dan dana karman pada BI bertambah dan dana siti berkurang pada BI sebesar 50jt.

Nota debet= surat penagihan, nota debet terjadi kalau karman mencairkan cek dari bank lain.

 
   

 

 

                                        Nota kredit masuk                                         nota kredit keluar

 

 

 

 
   

 

 

                                       

 

                               ali                                                                                                   atun

SURAT

SALDO

NDA

+

NDM

NKK

NKM

+

 

Kalau ada tolakan kliring maka R/K siti kembali bertambah dan R/K karman berkurang sebesar yang sama yaitu 50jt.

Seandainya siti kalah kliring :

SURAT

SALDO

NDK

+

NDM

_

NKK

_

NKM

+

 

 

SITI :

R/K pada BI = 8%

Deposit  = 100jt                        8jtà 8jt

Dan sisi kalah kliring sebesar    -2jt                   –

                                                6jt

Maka dia minjam ke bank lain sebesar 2jt dengan nama call money (pinjaman antarbank karena peristiwa kliring)

Nyimpan 12jt          8jt  (wajib)àRR

                               4jt (cadangan)àER

Setelah itu atun menurunkan cek untuk ali dari bank siti, tetapi atun mencairkannya di bank kar,man. Oleh sebab itu, karman membutuhkan perantara yaitu bank BI untuk mencairkan rekening atun ke bank siti.

Kliring terjadi kalau antara karman dan siti :

 

tab A DEBT.Tab A                                              tab B              debit rekening antar kantor

            kredit antr kntor               menggunakan RAK             kredit tab. B

 

 

                                    TRANSFER (rek.antar kantor/rek.perantara transfer)

 

                           Kliring

                           (R/K pada BI)

 

 

 

 

 

 

  1. B.    MEKANISME TRANSFER

 

 
   

 

 

 

                                       transfer

 

 

                                                                                             kliring

                                                                                                                             

                                                                                                                                           transfer

 

 

 

v  transfer terjadi kalau banknya sama tetapi beda kantor

v  kliring terjadi kalau banknya sama, wilahnya sama

 

  1. C.    PORTOFOLIO KEUANGAN

 

       

v  Kalau bank kalah kliring maka BI akan mengeluarkan KLBI

v  Cek bisa berupa tunai dan bilyet giro tidak bisa tunai

Bank umum bisa berupa simpanan giro karena melayani lalu lintas moneter  sedangkan yang bukan bank umum tidak bisa simpanan giro.

 

  1. 1.     LDR ( LOAN TP DEPOSIT RATIO)

 

 

Kredit maksimal 110% dari deposit

 

Aturan ini mengandung 2 pengertian :

  1. Multiplier dari fungsi keuangan
  2. Kehati-hatian
 
   

 

 

  1. 2.     KUR/KUK/KUKM

Min 20% dari loan              aturan kredit

 

                 AKTIVA                          PASSIVA

 
   

 

 

                                 A                            L

                                 +DEBET               +KREDIT

                                 -KREDIT               -DEBET

Produk bank yang besar ada 2 yaitu :

  1. Debosit à i1
  2. Kr edit à

                                 

WORLD FINANCIAL FLOWS

 

Nama                     : Deby Chyntiawati

Npm                        : 14209202

Kelas                      : 3ea14

 

Dalam kehidupannya masyarakat kaya maupun miskin pasti akan selalu membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kepemilikan uang yang dimiliki oleh masyarakat miskin (-) atau masyarakat kaya (+) tidak dapat dipisahkan. Pasti masyarakat miskin (-) yang memiliki kekurangan uang akan meminjam uang kepada orang yang mampu atau (+) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kebutuhan akan adanya uang juga orang akan merasa kaya (+) atau merasa miskin (-).

Financial intermediang

i1

kenal/trust                                                               double considence

kebutuhan/ketersediaan

i2

keterangan :

A (+) à masyarakat surplus                               Bank à bank milik Siti

B (-) à masyarakat minus

Jika i1>i2 maka i1-i2 = R (Interest spread)

Menurut penjelasan gambar diatas, B ingin meminjam uang kepada A. Namun B belum mengenal si A maka si B berkenalan dengan si A agar bisa percaya satu sama lain. Begitupun dengan si A yang bersedia meminjamkan uangnya kepada si B yang disebut dengan double considence (dua kebutuhan yang sama ).

Di Zaman yang modern ini seiring dengan perkembangan teknologi yang ada banyak masyarakat yang menabung dibank. Terutama untuk masyarakat kaya (+)dalam menyimpan uangnya dibank. Banyak bermacam-macam cara yang dilakukan masyarakat untuk menyimpan uangnya dibank, yaitu dengan cara :

Deposit : à saving Deposit (tabungan)

è Demand deposit ( giro)

è Time deposit ( deposito)

Bank sudah ada di Indonesia sejak Tahun 1988. Semua bisa membuka bank dengan cabang-cabangnya. Bank akan menjadi lebih hidup dengan adanya masyarakat A (+) dan masyarakat B (-).

Sebelum tahun 1988, misalnya ada 5bank. Dulu market share memiliki 5bank. Dan masing-masing hanya hanya mendapat 1/5 saja. Setelah tahun 1988, jumlah bank semakin bertambah banyak sehingga market share bank menurun,karena banyak masyarakat memilih untuk berpindah ke bank lain.

Perhatikan gambar dibawah ini :                               punya saham                                                                          AB à 20%

CD à 20%

                                                                                                                                                                                              DE à 15%

Capital market

i1                                          double considence                                                       reasuransi                         retrocessi

i4

I2

I3

elektronik                                        kendaraan

misalnya i2 melakukan kredit melalui leasing ABC (i3) berupa elektronik dan kendaraan (C) . jadi i2 > i3 .lalu di bank milik Siti juga ada asuransi yaitu asuransi KLM, dimana Siti meminta ke asuransi KLM, jika B tidak membayar leasing maka asuransi KLM harus membayar sebesar 100jt. Tetapi siti tidak sanggup membayar , lalu memindahkan resiko ke KLM ada: premi 1 sebesar 100rb dan Up sebesar 100jt,kemudian premi 2 sebesar 70rb, up 70jt, terakhir premi 3 sebesar 40rb up 40jt. Dilihat dari premi 1 jika B bangkrut/meninggal dunia, asuransi KLM dan OPQ bekerja sama untuk membayar patungan.

peristiwa A  mengalihkan resikonya kepada Siti, kemudian Siti mengalihkannya lagi kepada KLM. Peristiwa tersebut dinamakan RISK.

Jadi i3>i2>i1 ..

Bank à capital marketà i4

Bagi A i4>i1

Bagi B i4>i2

Yang dapat dijual ke capital market adalah :

  1. Obligasi
  2. Stock saham (surat kepemilikan)..

Untuk obligasi misalnya : pada tanggal 14 april dijual dengan harga 10jt,

Pada tanggal 14 maret dibayar 9jt                                                ada selisih 10% (diskonto)

B ingin menambahkan modalnya dan mengajak para investor , akhirnya B menjual sahamnya (deviden). Deviden terbagi menjadi dua yaitu :  laba yang dibagikan dan laba yang ditahan.

Lalu capital gain (short selling) : diperolah tanpa menunggu waktu yang lama

Contoh :

  1. Obligasi à pada tanggal 14 maret 2012 A meminjamkan obligasi  sebesar Rp 9.000.0000,-,maka pada tanggal 14 april dijual dengan harga Rp 10.000.000,- sehingga terdapat selisih 10% dari harga yang sebenarnya dan selisih tersebut dinamakan diskonto.
  2. Saham à keuntungan yang dapat diperoleh dari capital gain lebih besar dari deviden dalam kurun waktu yang sangat cepat. Contoh : pada tanggal 14 maret 2012 ,pukul 14.00 dibayar harga saham 1 lot sebesar Rp 9500,- maka pada tanggal 15 maret 2012  pukul 15.00 harga 1 lot saham dapat berubah menjadi Rp 10.500,-

Dalam perkembangannya, perusahaan AB,CD,DE memiliki saham di bank Siti yaitu :

  1. AB mempunyai saham sebesar 20%
  2. CD mempunyai saham sebesar 20%
  3. DE mempunyai saham sebesar 15%

Saham siti dikuasai oleh perusahaan XYZ sebesar 55%. Itu semua akibat dari dampak muculnya globalisasi yang dinamakan dengan “world financial flows”.

BAB 1

PENDAHULUAN

Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis  akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu dua belas hari.

Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan di masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

  1. Sejarah Bank Pemerintah

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu :

  • Bank Sentral

Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.

  • Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor

Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi :

  1. Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
  2. Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
  • Bank Negara Indonesia (BNI ’46)

Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ’46.

  • Bank Dagang Negara(BDN)

BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.

  • Bank Bumi Daya (BBD)

BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.

  • Bank Pembangunan Daerah  (BPD)

Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.

  • Bank Tabungan Negara  (BTN)

BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.

  • Bank Mandiri

Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.

Dari waktu ke waktu kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial. Perkembangan faktor internal dan external tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia dapat dikelompokan dalam 4 periode.

Masing-masing periode mempunyai ciri khusus yang tidak dapat disamakan dengan periode lainnya. Deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000.

Keempat periode itu adalah :

  • Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket – paket deregualsi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an.
  • Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an.
  • Kondisi perbankan di Indoneisa pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an.
  • Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.

 

BAB 2

ISI

A.   Kondisi Sebelum Deregulasi

Kondisi sebelum deregulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari Pemerintah. Tingkat inflasi yagn tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yagn tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik, hal tersebut merupakan fenomena yang terjadi pada masa sebelum deregulasi tersebut seolah – olah menjadi suatu lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya serta saling mempengaruhi.

Untuk mengatasi situasi tersebut, ditempuh dengan cara melakukan serangkaian kebijakan berupa dergulasi di sektor riil dan sektor moneter. Pada tahap awal deregulasi lebih cepat dampaknya pada sektor moneter melalui perubahan di dunia perbankan. Perubahan yang terjadi juga termasuk peningkatan peraturan pada bidang-bidang tertentu, sehingga deregulasi ini lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan kinerja di dunia perbankan, dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil.

Fungsi utama perbankan pada masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu :

  • Memobilisasikan dana dari investor untuk membiaya kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah dan swasta.
  • Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar.
  • Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah
  • Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor-sektor yang ingin dikembangkan oleh pemerintah.

Keadaan perbankan masa belum adanya perangkat peraturan dan perundang-undangan yang secara khusus mengatur dunia perbankan, adalah :

  • Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia. Sampai akhir tahun 1960-an hanya ada UU No. 13 tahun 1968 yang isinya tidak mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia, lebih cenderung mempertegas kuatnya campur tangan pemerintah di dunia perbankan, yaitu tentang kedudukan bank sentral dan dewan moneter.
  • Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu
    KLBI diberikan bukan dalam pengertian yang baku, yaitu untuk mengatasi kesulitan likuiditas, melainkan diberikan justeru untuk tujuan ekspansif.
  • Bank banyak menanggung program pemerintah bank harus menjalankan kegiatan perbankan yang erat kaitannya dengan program atau proyek pemerintah.
  • Instrumen pasar uang yang terbatas. Instrumen yang terdapat pada pasar uang, yaitu berupa Surat Berharga Pasar Uang(SBPU) dan belum mengenal adanya Serifikat Bank Indonesia (SBI).
  • Jumlah bank swasta yang relatif sedikit
  • Sedikit muncul bank baru. Dominasi bank pemerintah yang sangat kuat dengan segala fasilitas dan kemudahannya menyebabkan sulit sekali bagi bank swasta baru untuk masuk dalam persaingan apalagi untuk berkembang menjadi bank yang besar.
  • Persaingan antar bank yang tidak ketat adanya kebijakan bahwa tingkat bunga simpanan dan pinjaman secara sepihak ditentukan oleh bank senral semakin menyebabkan tidak adanya iklim persaingan.
  • Posisi tawar menawar (bergaining position) bank relatif lebih kuat daripada nasabah
    Bank (pemerintah) seolah-olah tidak merasa membutuhkan nasabah, nasabahlah yang membutuhkan bank.
  • Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit bank merasa tidak terlalu membutuhkan nasabah, maka bank juga merasa tidak perlu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada nasabahnya.
  • Bank bukan merupakan alternatif utama bagi amsyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana. Masyarakat kecil lebih banyak berhubungan dengan pegadaian dan rentenir untuk memperoleh pinjaman dana.
  • Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah hal-hal di atas menyebabkan sangat rendahnya mobilisasi dana dari masyarakat luas yang masuk ke perbankan dan sebaliknya arus dana dari perbankan yang disalurkan kepada masyarakat luas juga sangat rendah.

Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Bank Indonesia tetap berdasarkan Undang- Undang (UU) No. 13/1968 tentang bank sentral dan beberapa pasal dalam UU No. 14/1967 tentang perbankan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terjadi perubahan fundamental karena segala kebijakan yang dilaksanakan Bank Indonesia (BI) dilakukan berdasarkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan pemerintah. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh.

Kondisi perekonomian pada akhir periode 1982/1983 kurang menguntungkan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Kemampuan pemerintah untuk menopang dana pembangunan semakin berkurang, untuk itu dilakukan perubahan strategi untuk mendorong peranan swasta agar lebih besar. Dampak dari over-regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.

Pada 1983, tahap awal deregulasi perbankan dimulai dengan penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor. Tahap awal deregulasi tersebut berhasil menumbuhkan iklim persaingan antar bank.

Banyak bank, terutama bank swasta, mulai bangkit untuk mengambil inisiatif dalam menentukan arah perkembangan usahanya. Seiring dengan itu, BI memperkuat sistem pengawasan bank yang di antaranya melalui penyusunan dan pemeliharaan blacklist yang diberi nama resmi Daftar Orang-Orang yang Melakukan Perbuatan Tercela (DOT) di bidang perbankan. Mereka yang masuk dalam daftar ini tidak boleh lagi berkecimpung dalam dunia perbankan.

B.   Kondisi Sesudah Deregulasi

Meskipun istilah yang digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil.

Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan :

  • Paket 1 Juni 1983
  • Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI.
  • Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI.
  • Paket 27 Oktober 1988
  • Paket 28 Pebruari 1991, berisi tentang : Penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keuangan dengan prinsip kehati-hatian, sehingga dapat tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
  • UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
  • Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank

Pada tahun 1988, pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. Pemberian izin usaha bank baru yang telah dihentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88. Demikian pula dengan ijin pembukaan kantor cabang atau pendirian BPR menjadi lebih dipermudah dengan persyaratan modal ringan. Suatu kemudahan yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan. Salah satu ketentuan fundamental dalam Pakto 88 adalah perijinan untuk bank devisa yang hanya mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal Rp 100 juta.

Namun demikian, Pakto 88 juga mempunyai efek samping dalam bentuk penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan oleh para 3 pengurus bank. Bersamaan dengan kebijakan Pakto 88, BI secara intensif memulai pengembangan bank bank sekunder seperti bank pasar, bank desa, dan badan kredit desa. Kemudian bank karya desa diubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Tujuan pengembangan BPR tersebut adalah untuk memperluas jangkauan bantuan pembiayaan untuk mendorong peningkatan ekonomi, terutama di daerah pedesaan, di samping untuk modernisasi sistem keuangan pedesaan. Dalam Pakto 1988, juga dibuka kesempatan untuk mendirikan bank umum dan bank pembangunan baik yang berbadan hukum perseroan terbatas maupun koperasi dengan syarat yang  lebih sederhana, suatu bank dapat didirikan dengan modal 10 milyar rupiah. Paket kebijaksanaan ini juga menentukan bahwa bank swasta nasional, bank perkreditan rakyat  (BPR), termasuk lembaga dana dan kredit pedesaan (LDKP), dapat didirikan  di luar ibukota negara, ibu kota propinsi dan ibukota Dati II, serta dapat berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.

Untuk penyempurnaan Pakto 88, dikeluarkan Paket 25 Maret 1989 yang antara lain memuat ketentuan-ketentuan penilaian kesehatan bank hasil merger, komponen modal untuk perhitungan capital adequacy lebih diperjelas, ketentuan mengenai lending limit dan memberi kesempatan yang lebih luas bagi bank untuk melakukan penyertaan dana pada lembaga-lembaga lain serta memberikan kredit investasi jangka menengah dan panjang.  Berbagai kemudahan tersebut berdampak cukup luas kalau tidak mengatakan peletak landasan baru bagi industri perbankan di Indonesia.

Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan.

Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing.

C.   Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.

Sebagai rangkaian kebijakan deregulasi dengan mengantisipasi perkembangan sebagaimana diuraikan di atas, pada 17 Desember 1990 Bank Indonesia menetapkan Pola Dasar Pengawasan dan Pembinaan Bank yang dimaksudkan untuk menyesuaikan pola pengawasan dan pembinaan bank agar tetap diarahkan untuk meningkatkan kedewasaan dan kemandirian dalam pola pikir dan sikap yang bertanggungjawab dalam mengamankan kepentingan masyarakat serta menunjang pembangunan ekonomi.

Pola dasar pengawasan dan pembinaan bank harus dikembangkan sebagai konsep yang terintegrasi dengan dunia perbankan dan pihak-pihak lain yang terkait. Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.

D.   Jalan Berliku Perbankan Indonesia di 2008-2009

Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari berbagai sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya. Pasalnya siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun ini dan akibatnya dampak tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia. Meskipun dampak dirasakan belum separah yang dialami negara maju, dimana sumber tsunaminya berasal. Namun ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.

Krisis ekonomi global mulai ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan terbesar di dunia asal Amerika Lehman Brother, kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) dan disusul kebangkrutan industri otomotifnya, seperti General Motor dan Ford. Musibah yang menimpa di Amerika juga serentak dirasakan negara-negara maju Eropa. Maka tak ayal, negara maju saja tidak bisa mengelak dari krisis keuangan global dan apalagi negara berkembang seperti Indonesia.

Ternyata betul saja, dampak krisis sempat memberikan sentimen buruk bagi lembaga keuangan bank dan non bank di Indonesia. Pasar modal dalam negeri juga sempat terkoreksi pada level yang paling buruk dampak menularnya kejatuhan pasar bursa di Wall Street. Terkoreksinya pasar bursa dalam negeri sempat membuat otoritas bursa menutup (suspensi) pasar dalam waktu dua hari.

 

 

BAB 3

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut..

Pada tahun 1988, pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR.

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.

Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif. Namun sekarang kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang.